![]() |
Design Grafis by IES |
Meneguhkan Nilai-Nilai Pancasila: Peran Strategis Penyuluh Agama Islam di Era Milenial
Oleh: Imam Edi Siswanto (PAI Kemenag Purbalingga KUA Kalimanah, Ketua Tim Efektif Media Sosial PAI Kemenag Purbalingga)
Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni merupakan momentum penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di era milenial yang penuh tantangan digital dan pergeseran nilai, peran Penyuluh Agama Islam menjadi sangat strategis dalam menanamkan kembali semangat kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda.
Tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
BACA: https://iparipurbalingga.blogspot.com/2025/05/dua-tahun-ipari-purbalingga-mewujudkan.html
KMA Nomor 516 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Agama, menyatakan bahwa fungsi utama penyuluh agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang baik.
BACA: https://iparipurbalingga.blogspot.com/2025/04/gerakan-keluarga-maslahat-manfaat-dan.html
Dalam ajaran Islam, nilai-nilai Pancasila tidak bertentangan bahkan selaras dengan prinsip-prinsip dasar agama. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” misalnya, sejalan dengan firman Allah dalam surah Al-Ikhlas.
Begitu pula dengan prinsip keadilan dalam sila kelima, ditegaskan dalam firman Allah:
"Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat" (QS. An-Nahl: 90). Dalil ini menegaskan bahwa keadilan sosial yang menjadi pilar dalam Pancasila adalah bagian integral dari ajaran Islam.
Penyuluh Agama Islam di era milenial diharapkan dapat menyampaikan nilai-nilai ini dengan metode yang relevan, kreatif, dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, khususnya generasi muda.
Mereka harus mampu memanfaatkan platform digital seperti media sosial, podcast, dan video edukatif untuk menyampaikan pesan keagamaan yang penuh toleransi dan cinta tanah air. Ini sesuai dengan semangat Islam yang mengajarkan dakwah dengan hikmah dan kelembutan, sebagaimana dalam QS. An-Nahl: 125:
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah424) dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk”.
Di tengah arus globalisasi dan adanya paham-paham ekstrem, peran penyuluh sangat strategis dalam menjaga keutuhan NKRI. Mereka menjadi garda terdepan dalam menyampaikan dakwah Islam wasathiyah (moderasi beragama) serta mengajak masyarakat untuk saling menghargai dan menjaga kerukunan.
Hal ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Agama melalui program Moderasi Beragama yang telah menjadi prioritas nasional dan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Oleh karena itu, Hari Lahir Pancasila adalah momen penting untuk memperkuat sinergi antara agama dan negara. Penyuluh Agama Islam sebagai aparatur keagamaan harus terus membumikan nilai-nilai Pancasila dalam dakwah dan penyuluhan keagamaan, sebagai wujud kontribusi nyata dalam menjaga integrasi bangsa, memperkokoh persatuan, dan membangun generasi Indonesia yang religius, moderat, dan berakhlak mulia.
Di sinilah peran penting Penyuluh Agama Islam sebagai agen perubahan sosial. Mereka hadir di tengah masyarakat sebagai jembatan yang mengintegrasikan nilai keagamaan dengan kebangsaan, membimbing umat untuk tetap berpijak pada ajaran Islam yang moderat serta cinta tanah air.
Penyuluh Agama Islam di era milenial tidak lagi cukup dengan pendekatan konvensional. Mereka dituntut untuk melek digital, kreatif dalam menyampaikan pesan dakwah, serta aktif di ruang-ruang publik, baik secara luring maupun daring.
Pemanfaatan media sosial hingga forum diskusi virtual menjadi sarana efektif untuk menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam bingkai keislaman yang rahmatan lil 'alamin.
Penyuluh yang adaptif dapat menjadi role model sekaligus inspirator bagi generasi muda.
Lebih dari sekadar penyampai pesan agama, Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga persatuan bangsa.
Mereka mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi antarumat beragama, saling menghormati perbedaan, dan menolak paham-paham radikal yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Melalui pendekatan humanis dan edukatif, penyuluh dapat memperkuat ketahanan ideologi bangsa dalam kerangka Pancasila.
Melalui pendekatan yang adaptif, kreatif, dan berbasis teknologi, para penyuluh mampu menjangkau lapisan masyarakat luas, membumikan ajaran Islam yang moderat, serta memperkuat toleransi dan persatuan.
Kolaborasi antara nilai-nilai religius dan ideologi Pancasila menjadi kunci penting dalam menjaga keutuhan bangsa di tengah dinamika zaman yang terus berubah.
Dengan demikian, peringatan Hari Lahir Pancasila bukan hanya seremonial tahunan, tetapi menjadi pengingat akan pentingnya peran seluruh elemen bangsa, termasuk Penyuluh Agama Islam, dalam merawat dan menghidupkan nilai-nilai Pancasila. (*)