BACA: https://iparipurbalingga.blogspot.com/2025/06/pai-kua-kalimanah-isi-pelatihan.html
Menurut PAI KUA Mrebet Ahmad Mufaqih, bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menegaskan dan mensosialisasikan pedoman pemulasaran jenazah yang meninggal akibat penyakit menular. Panduan ini memadukan ketentuan fikih Islam dengan standar protokol kesehatan yang ketat untuk mencegah penularan.
Penegasan syariat dan keselamatan, dalam Islam menjunjung tinggi martabat kemanusiaan, termasuk bagi jenazah. Oleh karena itu, pengurusan jenazah yang meninggal akibat penyakit menular tetap wajib dilakukan, meliputi, memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan.
BACA: https://iparipurbalingga.blogspot.com/2025/07/kolaborasi-pemdes-karangduren-dan-pai.html
Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 menyatakan bahwa kaum Muslimin yang meninggal karena wabah penyakit menular, seperti COVID-19, adalah syahid di akhirat.
Namun, hak-hak jenazah mereka harus tetap dipenuhi dengan mempertimbangkan keselamatan petugas dan masyarakat.
Untuk mengantisipasi risiko penularan, terdapat penyesuaian pada setiap tahapan pemulasaran:
Memandikan Jenazah (Ghusl):
- Jika jenazah tidak berisiko menularkan, proses memandikan dapat dilakukan seperti biasa oleh petugas yang memakai alat pelindung diri (APD) lengkap.
- Jika sentuhan langsung berisiko tinggi, diperbolehkan melakukan tayammum atau disiram dengan air yang dicampur desinfektan dari luar kantong jenazah.
- Jumlah petugas yang terlibat harus dibatasi seminimal mungkin (tegas petugas dari Dinas Kesehatan)
- · Jenazah yang telah dimandikan atau ditayammumkan harus dibungkus dengan kain kafan, lalu dilapisi minimal dua lapis plastik atau bahan kedap air lainnya untuk mencegah kebocoran cairan.
- · Plastik atau kantong jenazah tersebut harus disemprot disinfektan. Jika perlu, kantong jenazah itu sendiri dapat dianggap sebagai kafan.
- Pelaksanaan salat jenazah dapat dilakukan di area aman yang jauh dari risiko penularan.
- Shalat dapat dilakukan oleh sejumlah kecil anggota keluarga atau petugas, dengan tetap menjaga jarak aman.
- Dalam keadaan darurat, salat gaib (tanpa kehadiran jenazah) diperbolehkan bagi yang tidak dapat hadir.
- Jenazah harus segera dimakamkan, maksimal empat jam setelah waktu kematian.
- Jenazah dikuburkan di tempat pemakaman Muslim, dan lubang kubur harus dalam dan aman untuk mencegah penyebaran penyakit.
- Jenazah ditempatkan di dalam peti jenazah atau wadah khusus yang telah didisinfeksi, tanpa perlu membuka kembali kantong jenazah.
- Posisi jenazah dimiringkan ke kanan menghadap kiblat di dalam peti.
Penegasan bagi Masyarakat, bahwa penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa prosedur ini bertujuan melindungi seluruh pihak, baik keluarga, petugas, maupun masyarakat umum.
Penolakan terhadap pemulasaran jenazah yang telah mengikuti standar ini tidak dibenarkan, karena hal ini dapat menimbulkan misinformasi dan keresahan.
Untuk itu, pihak berwenang mengimbau, masyarakat agar selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah, petugas kesehatan, dan tokoh agama setempat.
Petugas yang menangani jenazah wajib menggunakan APD yang sesuai dan mengikuti protokol yang ditetapkan. Dan keluarga diimbau juga untuk mempercayakan proses ini kepada petugas yang terlatih.
Dengan sinergi antara pedoman syariat dan protokol kesehatan, hak jenazah untuk dihormati sesuai ajaran Islam dapat terpenuhi, sementara keselamatan dan kesehatan masyarakat tetap menjadi prioritas utama. (*)
Editor: Imam Edi Siswanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar