Rabu, 15 Oktober 2025

#2 Cerpen Kopi Sore: Karena yang Kita Bangun Bukan Hanya Konten, Tapi Budaya Literasi

Iustrasi Kopi dan Teh Panas
Cerpen Kopi Sore: Karena yang Kita Bangun Bukan Hanya Konten, Tapi Budaya Literasi
Penulis: Imam Edi Siswanto

Setelah jam makan siang, langit Purbalingga mulai mendung. Angin berembus pelan melewati kisi-kisi jendela ruang kecil itu, membawa aroma tanah yang basah. Di meja yang sama, Imam dan Sayono kembali duduk, kali ini ditemani laptop masing-masing yang menyala. Kopi panas dan teh hangat ikut menemaninya.

“Mas Imam, kita mulai saja ya nyusun panduan mini itu. Saya sudah siapkan draft kerangka dasarnya,” kata Sayono, sambil memutar laptop ke arah Imam. 

BACA: https://iparipurbalingga.blogspot.com/2025/10/cerpen-kopi-siang-dua-editor.html

Di layar terlihat dokumen berjudul "Panduan Menulis Berita D’Japri – Edisi Komunitas". Beberapa poin sudah tersusun rapi.

1. Judul Harus Informatif, Singkat, dan Sesuai Isi
2. Gunakan Struktur Piramida Terbalik
3. Terapkan Kaidah 5W + 1H (What, Who, When, Where, Why, How)
4. Gunakan Bahasa Indonesia Baku Sesuai KBBI
5. Cantumkan Sumber Data atau Kutipan
6. Perhatikan Tanggal, Lokasi, dan Konteks Kegiatan
7. Sisipkan Foto atau Visual Pendukung (Jika Ada)
8. Buat Caption foto yang Informatif dan Relevan serta memenuhi 5W + 1H

Imam mengangguk pelan. “Bagus ini. Kita jelaskan juga satu-satu ya, dengan contoh konkret. Misalnya soal piramida terbalik, kita bisa kasih contoh berita yang urutannya masih cerita naratif, padahal harusnya langsung ke poin.”

Sayono menambahkan bagian baru di bawah poin nomor 2. 
Contoh yang Kurang Tepat, seperti.
“Pada hari Minggu pagi yang cerah, para peserta berkumpul dengan semangat di aula Gedung IPARI Purbalingga. Mereka datang untuk mengikuti pelatihan menulis yang diadakan oleh IPARI…”

Contoh yang Lebih Tepat.
“IPARI menggelar pelatihan penulisan berita di Aula Gedung IPARI Purbalingga, Minggu (19/10/2025). Kegiatan ini diikuti oleh 40 peserta dari berbagai desa di Purbalingga.”

“Jadi yang utama dulu, siapa berbuat apa, di mana, dan kapan,” ujar Imam sambil mengetik cepat. “Nanti setelah paragraf pembuka, baru masuk ke latar belakang, narasumber, kutipan, dan kesan peserta.”

Sayono menambahkan catatan kecil di bawah dokumen:
Catatan:
Jangan menunda informasi penting di paragraf akhir. Pembaca blog atau media daring cenderung membaca cepat. Bila informasi utama tidak muncul di awal, bisa jadi mereka tidak membaca sampai selesai.

Imam mengangguk sambil tersenyum. “Masukkan yang sangat penting. Sekarang bagian kutipan. Kadang teman-teman hanya menulis: ‘Menurut narasumber, kegiatan ini bermanfaat.’ Padahal siapa narasumbernya, jabatannya apa, dan ucapannya bagaimana, itu yang bikin berita hidup.”

Sayono lalu menambahkan contoh:
Contoh Kutipan yang Lengkap:
Ketua IPARI Purbalingga, Hikam Aziz, mengatakan, “Kami berharap pelatihan ini meningkatkan kemampuan menulis berita teman-teman kontributor, agar bisa lebih tajam, padat, dan terpercaya.”

Tak terasa, hujan turun pelan. Rintiknya mengisi keheningan sejenak. Imam berdiri, mengambil camilan dari dapur, singkong goreng dan sambal kecap. Ia kembali ke meja dan meletakkannya di tengah.

“Kita butuh satu sesi juga buat gaya penulisan visual, flyer, infografis, atau caption IG. Itu penting biar semua platform kita konsisten.”

Sayono menyambut ide itu, menambahkan satu sub judul baru: "Gaya Bahasa Visual dan Caption di Media Sosial". Di bawahnya ia menulis.

· Hindari bahasa berlebihan seperti “luar biasa heboh”, “bikin geger”, atau “bongkar rahasia”.
· Fokus pada informasi pokok, siapa, kegiatan apa, kapan, di mana.
· Sertakan tagar komunitas dan kontak jika relevan.
· Gunakan kalimat aktif dan positif.

“Mas Imam, ini kalau selesai kita buat jadi e-book mini atau template PDF, lalu kita share ke grup kontributor. Bisa juga kita buat versi PowerPoint-nya buat pelatihan singkat.”

Imam mengangguk puas. “Lanjutkan, Mas. Saya bantu revisi bagian gaya penulisan dan nanti saya tambahkan lembar cek akhir atau checklist sebelum tayang.”

Mereka bekerja dalam diam selama beberapa menit, hanya terdengar ketikan keyboard dan suara hujan yang semakin deras.

Di ujung halaman, Imam menambahkan satu paragraf pendek, berjudul “Penutup: Menulis dengan Tanggung Jawab”.

Menulis berita bukan sekadar menyampaikan fakta, tapi juga membangun kepercayaan. Di era banjir informasi, tulisan yang rapi, jernih, dan jujur adalah bentuk tanggung jawab moral. Kita bukan hanya menyebar cerita, tapi menanam nilai, tentang kebenaran, akurasi, dan kepedulian.

Sayono membaca pelan kalimat itu, lalu menepuk meja ringan. “Penutup yang mantap, Mas. Ini bukan sekadar panduan teknis, tapi juga refleksi.”

Imam tersenyum. “Karena yang kita bangun bukan hanya konten, tapi budaya literasi.”

Sore pun tiba. Di balik jendela, hujan mulai reda. Di ruang kecil beraroma singkong goreng dan teh panas itu, dua editor komunitas menyusun sesuatu yang tampak sederhana, namun akan menjadi pondasi penting bagi kontributor D’Japri.(*)

2 komentar:

Saatnya Santri Muda Berdakwah Kreatif di Media Sosial

Saatnya Santri Muda Berdakwah Kreatif di Media Sosial Penulis: Imam Edi Siswanto · Ketua Tim Efektif Media Sosial PAI Kemenag Purbalingga ·...