Kamis, 01 Mei 2025

Moderasi Beragama sebagai Manifestasi Empati Transendental

Design grafis by IES
 
Moderasi Beragama sebagai Manifestasi Empati Transendental
Penulis: Much Yulianto Sidik
Editor/Publisher: Imam Edi Siswanto

Tulisan asli dari penulis Much Yulianto Sidik ini berjudul Menjadi Cahaya bagi Sesama: Spirit Khoirunnas dalam Kehidupan Modern, berikut artikel singkatnya.
 
Beberapa tahun terakhir Kementerian Agama RI gencar menyerukan Moderasi Beragama, istilah ini lahir dan dipopulerkan oleh Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama RI (2014 - 2019),

BACA: https://iparipurbalingga.blogspot.com/2025/04/merajut-tali-silaturahmi-dan.html
 
Gagasan moderasi beragama muncul sebagai respons terhadap berbagai tantangan, seperti ekstremisme dan radikalisme, yang memerlukan pendekatan yang lebih moderat dan seimbang dalam beragama. 

Kata sederahanya, Moderasi Beragama menawarkan kerangka kerja yang lebih nuansif dan berimbang dalam penghayatan dan pengamalan nilai-nilai keagamaan (Transendental).

Islam mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama, bukan hanya kepada yang seagama tapi lebih luas kepada semua orang tanpa melihat latarbelakang agamanya. Hal ini ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

خَيْرُ النَّاسِ اَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya “Sebaik-baik orang adalah yang dapat memberi manfaat kepada sesama,” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Daruquthni).

Hadits ini merupakan fondasi penting dalam Islam yang menekankan pentingnya memberikan manfaat kepada orang lain. Menegaskan pula bahwa kebaikan seorang Muslim tidak hanya diukur dari ibadah pribadi, tetapi juga dari seberapa besar dampaknya terhadap orang lain.

Di lanskap kehidupan modern yang dinamis dan terhubung secara digital, semangat ini bisa diterapkan dalam banyak bentuk, memberikan bantuan kepada sesama yang membutuhkan, atau bisa dengan menyebarkan konten positif di media sosial.

Esensi memberi manfaat tidak tereduksi pada skala kuantitatif (Memberi manfaat tidak dilihat besar atau kecilnya). Karena hal kecil seperti memberi senyum, menolong tetangga, atau meringankan beban orang lain pun termasuk dalam amal yang dicintai Allah SWT.

Rasulullah SAW juga bersabda.


مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ،

Artinya “Siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat” (HR. Muslim). Hadis ini menjelaskan korelasi spiritual antara kepekaan sosial di dunia dan kemudahan di akhirat kelak.
 
Oleh karena itu, hendaknya spirit khoirunnas seyogianya menjadi driving force  (kekuatan pendorong) bagi setiap Muslim untuk memancarkan cahaya kebaikan, dimulai dari lingkungan terdekat.

Dengan demikian semangat khoirunnas dalam setiap aktivitas sehari-hari selalu ada ruang untuk memberi manfaat dengan menjadikan kepedulian sebagai gaya hidup, semangat kita tak hanya memperbaiki dunia, tetapi juga menanam kebaikan untuk bekal akhirat nanti.(*)

2 komentar:

Strategi Dakwah Efektif: Kakanwil Kemenag Jateng Ajak Penyuluh dan Dai Kelola Majelis Taklim untuk Literasi Zakat

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, Saiful Mujab saat menyampaikan pengarahan pada acara  Literasi Zakat bagi Dai...